Katakombe

 

(Dok.:www.pelago.co)
Malam yang ricuh, orang-orang ketakutan, bunyi pedang yang berbenturan dan orang yang berteriak sudah tak bisa dibedakan. Malam yang dingin, terdengar suara orang-orang berlari dengan menangis tersedu-sedu. Kuda-kuda dipacu, prajurit-prajurit menghunuskan pedang-pedang mereka. Panjang sekali rasanya malam itu, fajar tak kunjung tiba. Keadaan yang kacau balau kemudian menjadi sunyi, hampa terasa. Tak terhitung jumlah nyawa yang telah direnggut dari orang-orang yang tidak bersalah. Malam yang sunyi itu kemudian pecah oleh teriakan seorang prajurit.

“Mati kau!!! Hhhh.”

Tak tahu apa yang ada di dalam benaknya itu. Ia merasa puas akan tindakannya. Sungguh keji, lagi tak berperikemanusiaan.  Malam yang dingin dan bulan purnama menjadi saksi bisu atas kekejian yang terjadi.

Malam yang sunyi, sebuah lilin menyala, menerangi ruangan yang begitu gelap. Di hadapannya, Veno tertegun, ia berdoa kepada Yang Maha Kuasa.

“…Tuhan kiranya Engkau senantiasa meneguhkan kami. Amin.”

Ditiupnya lilin, kembalilah ia, tidur tuk menyambut hari esok, itupun bila hari esok masih ada untuknya. Ia sulit tidur semalam suntuk. Sungguh sedih nasibnya, tapi siapa orang ini? Namanya Veno seorang muda yang beriman kristiani dan ia sangat teguh akan imannya. Dia tinggal di sebuah ruangan tersembunyi, mungkin tak akan ketahuan kalau ia dan yang lainnya tinggal di situ. Tempat itu gelap, sempit, pengap tapi cukup aman. Katakombe[1] itulah namanya. Lama sudah mereka bersembunyi. Ia dan umat Kristen lainnya. Seiring berjalannya waktu, jumlah mereka makin berkurang. Mereka dipaksa untuk murtad (menyangkal keyakinannya). Jika tidak direnggut pula nyawanya.

Megah sungguh megah, bangunan itu bak surga, sungguh elok nampaknya. Istana Valhala itulah namanya. Sementara seorang pelayang didalamnya, sedang berjalan menyusuri sebuah lorong. Sungguh banyak prajurit di lorong itu, gagah tegap tubuhnya. Pelayan itu menimpa sebuah nampan, dengan anggur di atasnya. Lama berjalan, dia dihadapkan kepada sebuah pintu besar, nan megah. Dua prajurit membukakan pintu baginya. Tak jauh dari situ, seorang berbadan besar sedang bersantai disebuah kolam. Pria itu tak sendiri, ia dikelilingi oleh wanita-wanita. Tak senonoh perlakuannya pada mereka. Pelayan itupun mendekat dan berkata.

‘‘Yang mulia ini anggur untukmu.“ Dia menunduk dengan sangat, tak berani ia menatap pria itu.

‘‘Apa? Anggur? Berikan padaku!“ Kata pria itu.

‘‘Permisi yang mulia.“ Kata pelayan.

‘‘Tunggu! Apa yang baru saja kau katakan tadi? Yang mulia?“

“I.. Iyah yang mulia, Yang mulia Kaisar Valir yang agung.‘‘ Ucap pelayan terbatah-batah.

“Hhhhh... itu yang benar! Pergi sana!“ Tawanya sungguh mengerikan.

Itulah dia, Kaisar dari kerajaan Valhala, segala kemegahan itu adalah  miliknya. Apapun bisa ia perbuat, tak ada yang berani mencegahnya. Ia sungguh kejam, banyak nyawa orang tak bersalah direnggutnya dengan paksa. Kristen? Ini  adalah hal yang sangat ia benci. Cukup aneh, karena ayahnya adalah seorang Kristen, tapi ia menjadi seorang pembenci Kristus. Tak terhitung jumlah umat kristen yang telah dibunuhnya.

Malam yang dingin, sungguh sunyi, angin berhembus melalui celah-celah dinding, seolah bernyanyi dalam ruangan itu, hushh...

Terdengar tangisan dibalik pagar-pagar besi. Yah betul saja ada banyak sekali orang-orang di balik pagar besi itu. Siapa mereka? Pengikut Kristus, itulah jawabannya. Mereka telah lama mendekap dalam ruangan itu. Mereka didekap karena iman mereka. Sungguah alasan yang tak jelas.

“…Tuhan kiranya Engkau senantiasa meneguhkan kami. Amin.” Terucap seuntai doa dari salah seorang di antara mereka. Tak ada permintan lain, selain ini. Sungguh setia mereka.

Sungguh ironi kondisi mereka, kurus badan mereka, tampang mereka tak jelas, terlalu banyak memar di wajah mereka, masih ada darah yang bercucuran bak air yang mengalir di badan mereka. Sungguh keji lagi tak berperi kemanusiaan.

“Kita tak bisa berdiam diri terus. Kita harus menyelamatkan mereka!!“ Ucap seorang kristen dengan penuh amarah.

“Ya itu benar! Kita harus menyelamatkan mereka!“ Sahut yang lainnya pertanda setuju dengan pernyataan orang itu.

“Tenang!! Tenang!! Aku tahu perasaan kalian, tapi kita butuh rencana yang matang, kita harus bisa meyelamatkan mereka tanpa mengorbankan sesuatu.“ Ucap Veno menenanggkan yang lain. Veno adalah pemimpin perkumpulan umat Kristen yang bersembunyi di sebuah katakombe. Kemudian seseorang dari perkumpulan itu berkata.

“Kita harus menyelamatkan mereka malam ini juga!! Kudengar esok akan diadakan eksekusi terhadap mereka.“

Mendengar hal itu, semua orang semakin cemas, banyak yang menangis, tak tahu harus berbuat apa. Ditengah kepaniakan itu, Veno berkata,

“Kita harus mengambil tindakan, aku ingin semua orang muda tinggal di sini dan yang lainya tunggu di luar. Aku akan membebaskan saudara-saudara kita.”

“Yahh itu benar, semoga Tuhan menyertai kalian.” Ucap seorang ibu.

Setelahnya, di situ tinggal Veno dan kaum muda. Mereka berdiskusi panjang tentang hal yang akan mereka lakukan untuk membebaskan tahanan yang akan dieksekusi esok.

Usailah sudah

“Serangg!!!!!” Teriak Veno mengerahkan pasukan yang seadanya.

Malam itu sangat gelap, hanya ada beberapa prajurit yang menjaga para tahanan. Dengan cepatnya, diringkus semua prajurit-prajurit Valhala. Mereka kemudian kabur dan membebaskan para tahanan. Mereka berpikir bahwa mereka telah aman, namun tiba-tiba banyak prajurit-prajurit berkuda yang mengejar mereka. Panik akan kejadian yang terjadi, mereka memacu kuda secepat-cepatnya.

“Cepat!!! Kita dikejar!!” Teriak veno.

Tak bisa dipungkiri, kuda-kuda milik prajurit-prajurit itu lebih cepat. Jarak mereka sangatlah dekat, sementara markas persembunyian umat Kristen sudah dekat. Veno tak ingin markas mereka ketahuan. Tanpa pikir panjang, ia putar balik dan langsung menghadapi puluhan prajurit Valhala. Ia bertarung dengan gagah, ia menghabisi banyak prajurit valhala. Namun tak bisa dipungkiri, ia bukan tandingan prajurit-prajurit yang banyak itu. Ia dihujam banyak sekali pedang, tombak dan panah. Sesaat sebelum ia meninggal, ia berkata

“Usailah sudah, Tuhan ke dalam tangan-Mu kuserahkan Nyawaku.”



Penulis: Alexander Noventino Lambut
Kelas XII IPA



[1] Katakombe adalah sebutan untuk kuburan bawah tanah yang biasanya digunakan oleh orang yahudi untuk menempatkan jenazah. Lalu seiring berjalannya waktu, sekitar abad ke-2 dan ke-3 katakombe digunakan oleh umat Kristen untuk bersembunyi dari kekejian kaisar Roma saat itu, Kaisar valerianus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biarkan Takdir Bercerita

Peran Penting Pendidikan dalam Mendobrak Kemiskinan di NTT

Antologi Puisi Arifin Basri