PEMBANGUNAN GOLO MORI : SEJAHTERA ATAU TONTONAN?
Mengingat rencana besar ini, sejumlah alat berat diturunkan oleh pemerintah untuk memoles wajah Golo Mori menjadi lebih indah lagi Infrastruktur berupa jalan dan pembangunan ruangan pertemuan pun menjadi agenda utama pembangunannya. Bukan tidak mungkin kemajuan ini akan mengalami perkembangan yang pesat setelah perbaikan infrastruktur yang sedang berlangsung. Setidaknya, hal ini akan memantik daya pikat para investor untuk menginvestasi kekayaan mereka di sana. Hal ini akan menjadi kabar gembira bagi masyarakat Golo Mori. Selain membawa peningkatan di bidang infrastruktur(akses yang perlu), masyarakat rupanya melihat suatu peluang kerja yang akan didapat nantinya. Namun, ekspetasi itu ternyata masih diragukan. Bukan karena ketidakpercayaan masyarakat pada sistem kerja pemerintah, melainkan suatu keraguan akan peluang kerja bagi mereka nantinya. Pertanyaan 'Apakah kami bisa bekerja di hotel berbintang?' rupanya menjadi senjata yang cukup melemahkan semangat masyarakat terkait pembangunan ini. Keraguan ini muncul akibat kenyataan bahwa kesiapan masyarakat Golo Mori di bidang kreativitas dan pendidikan belum mampu menjawab kemajuan ini. Realitas rendahnya pendidikan dan kurangnya keterampilan masyarakat untuk mendapat pekerjaan di bidang pariwisata rupanya cukup kompleks. Bisa dikatakan bahwa secara keseluruhan, masyarakat Golo Mori memiliki kualitas pendidikan yang masih rendah. Ada banyak sekali warga yang tidak memiliki ijazah yang memadai. Bahkan ada masyarakat yang tidak memiliki ijazah samasekali. Hal inilah yang cukup meragukan bagi masyarakat, apakah mereka akan berpartisipasi dalam perkembangan ini atau justru menjadi penonton di wilayah sendiri. Sampai saat ini, belum ada usaha pembangunan ekonomi berupa usaha pelatihan bagi masyarakat terkait kerja pariwisata. Bahkan ada masyarakat yang mulai kehilangan semangat untuk menanggapi kemajuan Golo Mori itu sendiri. Secara eksplisit tergambar raut Golo Mori dengan perubahannya yang mengagumkan. Meski pembangunan itu belum sampai pada asas makmur dalam asas pengelolaan sumber daya alamnya.
Hingga saat ini, belum ada gambaran yang jelas tentang apa yang seharusnya menjadi bagian dari masyarakat. Sehingga, kondisi ini sedikit menggambarkan pembangunan ekonomi yang belum memadai. Walaupun pertumbuhan ekonomi Golo Mori dapat dibilang mulai membaik, dengan alat bukti perbaikan infrastruktur. Masyarakat menjadi cemas dengan pepatah Manggarai "Ata lonto jadi ata long, ata long jadi ata lonto". Yang bermakna, pribumi akan menjadi pendatang, sedangkan pendatang aka menjadi pribumi. Inilah yang menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat Golo Mori. Setidaknya, harapan utama masyarakat adalah adanya upaya penanganan berupa pelatihan kerja bagi semua masyarakat yang tidak memiliki pendidikan yang cukup. Boro-boro berbahasa Inggris, bahasa Indonesia saja masih jatuh-bangun. Sehingga teriakan utama yang menggema adalah bagaimana nasib mereka dimasa yang akan datang? Haruskah menjadi penonton bagi desa mereka yang kini diduduki oleh orang yang bahkan tak pernah mereka lihat dalam mimpi?
Penulis: Hilarius S. Y. Derosari (XI IPS)
Tulisan yg sangat bagus, sangat keren
BalasHapusDi sini saya sedikit menambah
Terkait bagaimana nasib masyarakat golo mori ke depannya. Dari saya melihat bahwa pembangunan infrastruktur di goko cukup lebih kata maju ini membuktikan bahwa adnya keadilan sosial. Pembangunan infrastruktur ini seharusnya membuat masyarakat lebih peka iya. Artinya bahwa dengan adanya fasilitas memadai sekarang masyarakat jangan hanya jadi penontonnya makanya, masyarakat harus inisiatif untuk berkembang sendiri. Dalam artian jangan hanya tunggu dari pemerintah. Pemerintah sudah memberikan fasilitas paling tidak masyarakat memanfaatkan fasilitas yang ada. Seperti contoh jangan jual tanah kepada masyarakat pendatang akan tetapi gunakanlah sebidang tanah untuk hal yag lebih produktif yang tentunya punya nilai dan manfaat di masa ayng akan datang. Di sini jangan terlalu menuntut pemerintah tetapi kita perlu menuntut masyarakat golo mori dengan cara melarang mereka untuk tidak jual tanah. Tuntut mereka agar mereka lebih peka dan berinisiatif dan kreatif. Berbicara tentang kerja di hotel bintang saya kira memang tidak relevan dengan standar pendidikan yang mereka tempuh, akan tetapi salah hal yang paling relevan untuk menghadapi perkembangan yang ada bahwa masyarakat perlu membuka usaha kecil-kecilan semacam buat kafe tradisional, atau warung makan tradisional memperkenalkan beberapa makanan khas Manggarai dan masih banyak lagi yag perlu dilakukan saya pikir. Bagi daya satu saja kuncinya supaya mereka tidak menjadi pendatang dikemudian hari yaitu jangan berani jual tanah di masyarakat pendatang. Nah di sinilah saya pikir pemerintah harus buat perintah khusus buta mereka dengan melalui sosialisasi.
Saya sependapat kk, hal tersebut harus ditekankan lagi. Jangan sampe sepanjang jalan menuju Golo Mori nanti dipenuhi dengan papan nama asing lagi. Selain sosialisasi terkait hal tersebut, workshop juga perlu diadakan guna untuk menumbuh dan meningkatkan daya kreativitas masyarakat setempat.
Hapus